http://www.berita rakyat miskin.beras.blogspot.com
hotline : 081914444997


dpksrmi_kendal2013@yahoo.com

Selasa, 24 Januari 2012

Pemikiran Bung Hatta

Ekonomi Indonesia Dimasa Datang (1)
Pemikiran Ekonomi Mohammad Hatta

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Tjabang-tjabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
(Undang-undang Dasar R.I. fasal 38)

Perekonomian sesuatu negeri pada umumnya ditentukan oleh tiga hal. Pertama, kekayaan tanahnya. Kedua, kedudukannya terhadap negeri lain dalam lingkungan internasional. Ketiga, sifat dan kecakapan rakyatnya serta cita-citanya.
Terhadap Indonesia harus ditambah satu pasal lagi: yaitu sejarahnya sebagai tanah jajahan. Oleh karena Indonesia meringkuk dalam penjajahan Belanda, lebih dari tiga abad lamanya, maka keadaan perekonomiannya seluruhnya tidak sebagaimana mestinya menurut faktor-faktor yang tersebut diatas. Indonesia tanahnya kaya, menghasilkan harta bagi dunia luaran beratus juta saban tahun. Tetapi rakyat Indonesia sendiri hidup miskin dan sengsara ditengah-tengah kekayaannya yang melimpah.

Kedudukannya ditengah-tengah jalan perhubungan dimuka daratan besar Asia dan diapit pula oleh dua lautan besar, Lautan Hindia dan Lautan Teduh, sebetulnya memperkuat hubungan ekonominya dengan negeri-negeri di Asia Timu dan sekitar Pasifik. Tetapi penjajahan Belanda membelokkan perhubungan Indonesia ke Barat yang lebih jauh, dan dikongkong oleh kepentingan perekonomian Nederland.

Sebagai penduduk pulau-pulau yang tersusun di tengah-tengah jalan perhubungan pelajaran, sepatutunya orang Indonesia menjadi bangsa pelajar yang kuat bertindak dan kuat merantau. Memang begitu sifatnya dimasa dahulukala, sebelum orang Belanda datang menjajah. Tetapi penjajahan Belanda, yang bermula dengan menanam kekuasaan monopoli dalam segala rupa, memusnahkan segala aktivitet orang Indonesia. Rakyat Indonesia tertunda hidupnya ke desa, hidup dengan segala genap. Rakyat Indonesia kehilangan sifatnya yang sediakala. Hanya cita-cita untuk menjadi bangsa yang merdeka kembali dengan berdasarkan persaudaraan segala bangsa, tetap ada padanya. Fi’il tuan rumah yang baik hati dan halus budi tidak lenyap dari kebudayaan Indonesia.Ujud penjajahan Belanda tidak lain melainkan menjadikan Indonesia sebagai sumber keuntungan semata-mata. Dahulu sumber itu dikuasai dengan sistim monopoli: V.O.C. dan cultuurstelsel. Sejak munculnya kapitalisme liberal sesudah tahun 1870 Indonesia dipandang semata-mata sebagai suatu onderneming besar, untuk menghasilkan barang-barang bagi pasar dunia. Dasar ekonominya ialah ,,export-economie”. Pasar di dalam negeri diabaikan semata-mata sebab tidak mendatangkan keuntungan yang sebesar-besarnya.

Oleh karena Indonesia dipandang sebagai suatu onderneming besar. Maka masyarakat Indonesia dipandang semata-mata sebagai daerah persediaan buruh yang murah. Soal menimbulkan tenaga pembeli rakyat dengan sendirinya tersingkir dari perhitungan. Ini kelanjutan daripada sistem kapitalisme, yang mendasarkan perekonomian Indonesia kepada ,,export-economie”.Sistem ini memutar ujung jadi pangkal. Dasar tiap-tiap perekonomian ialah mencapai keperluan hidup rakyat. Mana yang tidak dapat dihasilkan sendiri, didatangkan dari laur negeri, di import. Barulah datang export untuk pembayar import tadi.Sebaliknya yang kita dapati di Indonesia, beratus tahun lamanya. Export diutamakan, barulah datang import sebagai tukaran export tadi. Import itu sebagian besar mengandung barang keperluan perusahaan-perusahaan besar dan orang-orang Barat yang ada di sini. Keperluan rakyat yang di import terutama pakaian. Oleh karena import ini adalah bayaran export sebagian, maka di Indonesia sampai waktu yang akhir tidak boleh diadakan pabrik kain.

Kita tahu, bahwa politik export-economie itu kandas, tatkala kapitalisme liberal berangsur lenyap dan aliran neo-mercantilisme bertambah kuat. Tetap segala perubahan hanya merugikan bagi Indonesia. Muslihat perekonomian yang dirancang oleh Pemerintah Nederland dengan semboyan ,,kerja-bersama dalam perekonomian” antara Nederland dan Indonesia tidak lain melainkan hendak menjadikan Indonesia sebagai daerah industri negerinya.

Demikianlah faktor-faktor, yang harus menentukan perekonomian Indonesia, tidak bisa bekerja atas pengaruh penjajahan Belanda. Tetapi faktor-faktor itu masih ada; hanya faktor yang ketiga – yaitu kecakapan rakyat serta cita-citanya – yang lemah duduknya karena penindasan yang tiga abad lamanya. Manakala kita pandai memimpin kemauan rakyat yang meluap-luap diwaktu sekarang untuk mengekalkan Indonesia merdeka, ke jalan pembangunan masyarakat yang teratur, kita pasti akan sanggup menghidupkan tenaga produktif rakyat, yang terpendam sekian lama dalam sejarah.
Menurut arahnya, dasar perekonomian dimasa datang akan semakin jauh daripada dasar individualisme, dan semakin dekat kepada kolektivisme, yaitu sama-sejahtera. Memang kolektivismelah yang sesuai dengan cita-cita hidup Indonesia. Sudah dari dahulukala masyarakat Indonesia — seperti juga dengan masyarakat Asia lainnya — berdasar kepada kolektivisme itu, yang terkenal sebagai dasar tolong-menolong. Pun dalam hukum adat Indonesia tidak ada perpisahan yang tepat seperti dalam hukum Barat antara yang disebut ,,publiekrecht’’ dan ,,privaatrecht’’. Berbagai hal yang disebut dalam hukum Barat masuk bagian hukum prive, di Indonesia sering diurus oleh desa.

Pembangunan ekonomi Indonesia sesudah perang haruslah didasarkan kepada cita-cita tolong-menolong itu. Sudah tentu pada tingkatan yang lebih tinggi dan lebih teratur, dengan mempergunakan hasil kemajuan teknik modern!
Kalau diperhatikan benar-benar, ada tiga soal yang bersangkut dengan pembangunan perekonomian Indonesia yang kita hadapi sekarang.
1.Soal ideologi. Bagaimana mengadakan susunan ekonomi yang sesuai dengan cita-cita tolong-menolong?
2.Soal praktik. Politik perekonomian apakah yang praktis dan perlu dijalankan dengan segera dimasa yang akan datang ini?
3.Soal ko-ordinasi. Bagaimanakah mengatur pembangunan pperekonomian Indonesia, supaya pembangunan itu sejalan dan bersambung dengan pembangunan di seluruh dunia?

Ekonomi Indonesia Dimasa Datang (2)
Pemikiran Ekonomi Mohammad Hatta

I.Dasar perekonomian yang sesuai dengan cita-cita tolong-menolong ialah koperasi. Seluruh perekonomian rakyat harus berdasar koperasi . Koperasi mendahulukan keperluan bersama dan membelakangkan kepentingan orang-seorang. Seterusnya koperasi mengandung dasar pendidikan kepada anggota ke jalan berbakti dan bertanggung jawab dalam hal mengurus keperluan bersama. Diatas bangunan-bangunan koperasi itu diadakan pimpinan dari pemerintah, untuk mengkoordinir segala usaha produktif bagi keselamatan masyarakat.
Kalau kita hendak membangunkan perekonomian rakyat diatas koperasi, dari semulanya hendaklah terang bagi kita, daerah manakah dalam perekonomian yang boleh diselenggarakan oleh orang-seorang dan manakah yang harus diusahakan oleh badan-badan kolektiva. Pada umumnya segala usaha yang hanya dapat dikerjakan bersama-sama oleh orang banyak, mestilah memakai bangun koperasi. Jika tidak, tentu lambat-laun timbul juga semangat kapitalisme dengan akibat pemerasan dan penindasan orang banyak yang lemah oleh satu golongan kecil yang cerdik dan bermodal.
Tetapi tidak segala usaha harus dilakukan secara koperasi. Usaha-usaha yang dapat dikerjakan oleh orang-seorang dengan tiada menguasai hidup orang banyak bolehlah terus dikerjakan oleh orang-orang itu. Kecuali, kalau kepentingannya sendiri menghendaki perikatan dalam satu badan dengan orang lain yang serupa perusahaannya. Perusahaan kecil sebagai tukang membetulkan yang rusak, dagang kecil seperti kelontong yang masuk kampung keluar kampung memikul barang dagangannya, warung atau toko yang dikemudikan sendiri dengan bantuan keluarga saja, pada dasarnya boleh berdiri sebagai usaha sendiri. Paksaan berkoperasi kepada perusahaan-perusahaan kecil yang tersebar letaknya tidak pada tempatnya, malahan melanggar dasar koperasi.
Oleh karena masyarakat Indonesia pusatnya di desa, maka bangunan koperasi model baru hendaklah dimulai di desa pula. Tiap-tiap desa hendaknya merupakan satu susunan koperasi! Kalau dasarnya sudah kokoh, maka susunan koperasi keatas bisa teratur baik.

Berhubung dengan ini, timbul pertanyaan: “Mungkinkah industri disusun sebagai koperasi?”

Jawab kita: mungkin. Dan keterangan yang luas telah diberikan dalam buku ini, dalam fasal VI. Bagi siapa yang sanggup melepaskan pandangannya dari dasar individualisme dan liberalisme, soal mendirikan industri dengan bangun kooperasi tinggal lagi sebagai soal didikan dan bantuan pemerintah. Yang terutama bagi industri ialah pimpinan yang cakap, yang penuh dengan rasa tanggung jawab. Kecapakan itu bergantung kepada orangnya, tidak kepada stelsel perekonomiannya. Apabila terdapat orang yang cakap memimpin, yang besar pula minatnya kepada kooperasi, maka kooperasi industri itu akan hidup dan maju di dalamnya. Malahan lebih baik jalannya daripada industri kapitalis biasa, oleh karena orang yang bekerja di dalamnya mempunyai perhatian kepada industrinya. Perusahaan itu perusahaan mereka juga. Kesukaran yang dihadapi bukanlah soal dasar, soal prinsipil, akan tetapi soal praktis, yaitu soal memperoleh kapital permulaan. Seperti diuraikan dalam fasal VI, pemerintah harus memberi pertolongan tentang memperolehnya.

Kalau diperhatikan, bahwa onderneming besar-besar itu sudah merupai masyarakat sendiri, tempat beribu-ribu orang menggantungkan nasibnya dan nafkah hidupnya, maka tak pantas lagi buruk-baiknya diputuskan oleh beberapa orang partikulir saja, yang berpedoman dengan keuntungan semata-mata. Dalam hal ini pemerintah harus menjadi pengawas dan mengatur, dengan berpedoman kepada keselamatan masyarakat. Bangunan koperasi dengan diawasi dan juga disertai oleh pemerintah adalah bangunan yang sebaik-baiknya bagi onderneming besar-besar. Figur semacam ini memang belum ada dalam buku-teks tentang kooperasi. Akan tetapi, apakah kita akan melalui jalan yang sudah terbentang saja dan apakah kita tak harus menempuh jalan baru untuk kemajuan kooperasi dan cita-cita kooperasi?

Ada satu hal yang tidak dapat dibantah. Semakin besar perusahaan, semakin banyak jumah orang yang menggantungkan dasar hidupnya ke sana. Karena itu semakin besar pula mestinya pesertaan pemerintah. Dengan sendirinya perusahaan besar-besar itu merupakan bangunan kooperasi publik! Itu tidak berarti, bahwa pimpinannya harus bersifat birokrasi. Perusahaan dan birokrasi adalah dua hal yang bertentangan.
Soal yang istimewa bagi Indonesia ialah soal milik tanah. Kalau masyakat didasarkan kolektif, kembali kepada sifat bermula, maka ada akibatnya terhadap milik orang-seorang yang sudah ada terjadi selama penjajahan Belanda.

Indonesia adalah neger agraria. Oleh karena itu, tanah adalah faktor produksi yang terutama. Buruk-baiknya penghidupan rakyat bergantung kepada keadaan milik tanah. Sebab itu, tanah tidak boleh menjadi alat kekuasaan orang-seorang untuk menindas dan memeras hidup orang banyak. Dan sebab itu pula dalam perusahaan besar, yang berpengaruh atas penghidupan orang banyak, tanah itu tidak boleh miliknya orang seorang, tetapi mestilah dibawah kekuasannya pemerintah. Hak milik orang-seorang atas tanah yang luas, yang diusahakan oleh orang banyak sebagai buruh saja, adalah pembawaan dasar individualisme, dan bertentangan dengan dasar pereknomian yang adil. Perusahaan semacam itu sebaik-baiknya diatur sebagai kooperasi, di bawah kepemilikan pemerintah.

Hal ini terutama mengenai kebun-kebun besar. Dalam hal ini barangkali ada sedikit kesukaran, bersangkut dengan hak-milik bangsa asing yang sudah ada. Kesukaran ini tidak bisa dibereskan dengan main sita saja, tetapi hendaklah diselesaikan menurut dasar yang fundamentil. Hak-milik bangsa asing atas kebun-kebun itu mengani hal kapital. Tanahnya adalah kepunyaan negara, yang disewa mereka dengan jangka panjang. Yang akan mengusahakan yang terbanyak adalah tenaga orang Indonesia. Kalau kita tidak mau lagi memakai dasar kapitalisme, maka perusahaan-perusahaan kebun itu bisa diatur secara koperasi dengan patokan istimewa. Usaha bersama antara kapital bangsa asing dan tenaga orang Indonesia, di bawah penilikan pemerintah. Sebagian dari pada kapitalnya yang ada di tangan orang-orang asing hendaklah ditetapkan kembali besarnya, satu persatu. Banyak yang telah tandas, sebab itu harus diketahui berapa nilai tukarnya sekarang. Sebagian lagi dari pada kapitalnya adalah pembawaan dari pada buruh-buruh kebun itu sendiri, yang menjadi ahli kooperasinya. Kaum buruh juga akan menjadi peserta kooperasi, boleh mencicil uang pesertaannya berangsur-angsur dengan potongan upahnya. Pimpinan perusahaan kebun itu diletakkan di tangan orang-orang yang cakap, dengan tiada memandang bangsa. Yang penting ialah kesetiaannya kepada kooperasi dan pandainya bergaul sebagai saudara dengan buruh-sekerja, serta rasa tanggung-jawabnya kepada pemerintah dan masyarakat.

Ekonomi Indonesia Dimasa Datang (3)
Pemikiran Ekonomi Mohammad Hatta

Tentang hal milik tanah, tidak lagi menimbulkan kesukaran, jika soal-soal perusahaan kebun besar-besar dibereskan seperti tersebut[i]. Pada dasarnya, menurut hukum adat indonesia yang asli, tanah adalah kepunyaan masyarakat. Orang-seorang berhak memakainya sebanyak yang perlu baginya serta keluarganya. Hanya menjual ia tidak boleh. Kalau tanah itu tidak dikerjakan lagi, ia jatuh kembali kepada masyarakat, lahirnya desa, dan desa itu boleh membagikannya kepada orang lain.

Tanah yang dipakai oleh kebun-kebun besar pada dasarnya kepunyaan masyarakat. Kooperasi yang tersebut di atas boleh mengusahakannya selama perlu baginya. Hanya memindahkan hak-berusaha ia tak boleh. Perusahaan di atas tanah itu adalah kepunyaan kooperasi, yang tersusun dari kapital asing dan kapital rakyat dan tenaga indonesia. Tetapi tanahnya adalah milik masyarakat yang dipinjamkan kepada koperasi tersebut.

Nyatalah, bahwa tak ada soal yang sukar, jika dibereskan dari dasarnya!
Sesuai dengan keterangan di atas tentang batas perusahaan koperasi dan perusahaan orang-seorang, maka perusahaan di atas tanah yang tidak begitu luas dan dapat dikerjakan sendiri boleh menjadi kepunyaan orang-seorang. Orang-seorang, menurut hukum adat Indonesia, boleh memakai tanah sebanyak yang perlu baginya serta keluarganya. Hak milik atas kebun yang diusahakan sendiri boleh tetap sebagai sekarang. Hanya, apabila yang empunya berkepentingan untuk menggabungkan dirinya kedalam koperasi, ia menjadi anggota koperasi dengan tanahnya sebagai pembawaannya. Demikian juga sawah yang sudah menjadi milik sendiri, boleh tetap ditangan yang empunya. Koperasi pertanian, yang menyusun seluruh orang tani di desa dalam satu badan koperasi, tidak mengusik hak-milik yang sudah ada itu.

Apabila tanah dipandang sebagai faktor produksi yang terutama, pemakaian tanah—selain dari pada pekarangan tempat kediaman—hanya boleh sebagai faktor produksi pula. Tanah tidak boleh lagi menjadi objek perniagaan, yang diperjual-belikan semata-mata untuk mencari keuntungan.

Sekarang timbul lagi pertanyaan: betapa duduknya tanah kosong yang terletak diluar desa?

Dahulu soal ini menimbulkan pertentangan yang hebat. Desa jugakah yang empunya tanah itu atau negarakah?

Kalau tanah kosong itu jatuh jadi kepunyaan negara, maka negara berhak menyewakannya kepada barangsiapa juga yang akan mempergunakannya. Inilah dasar teori yang terkenal sebagai ,,domeinsverklaring”.
Soal ini tidak penting lagi sekarang. Soal ini hanya tajam dalam stelsel individualisme, yang mengadakan pertentangan antara masyarakat dan negara dan orang-seorang. Dalam tanah jajahan kedudukan negara tidak lain daripada penjaga keselamatan orang-seorang bangsa yang menjajah.

Dalam paham koletivisme, tidak ada pertentangan antara masyarakat dengan negara. Negara adalah alat masyarakat untuk menyempurnakan keselamatan umum. Oleh karena tanah kepunyaan masyarakat, maka dengan sendirinya pemerintah menjadi jurukuasa mengurusnya dan mempergunakannya untuk keselamatan umum. Negara harus berusaha, supaya tanah kosong dan lainnya itu diusahakan menjadi sumber kemakmuran rakyat. Dalam hal ini negara dapat mendasarkan segala politiknya terhadap tanah atas kepentingan tanah sebagai faktor produksi yang terutama.

Perusahaan tambang misalnya harus dijalankan kemudian sebagai usaha negara, sebab ia dikerjakan oleh orang banyak dan cara mengusahakannya mempunyai akibat terhadap kemakmuran rakyat. Dan tanahnya serta isinya negara yang empunya. Tetapi cara menjalankan eksploitasi itu bisa diserahkan kepada badan yang bertanggung jawab kepada pemerintah, menurut peraturan yang ditetapkan. Ini terjadi, apabila usaha negara sendiri, karena berbagai hal, tidak dapat dilangsungkan.
Selanjutnya, segala perusahaan penting, yang menjadi pokok atau kunci hidup bagi perusahaan lain, harus lambat laun menjadi usaha negara. Misalnya kereta api, industri pembangun tenaga (listerik d.l.l.), industri bahan penting. Industri yang menguasai pokok penghidupan rakyat, sebagai penggilingan padi d.l.l. sudah semestinya dikuasai atau diawasi oleh pemerintah. Demikian juga pelajaran interinsuler, yang menjadi urat nadi perhubungan, dan karena itu mengenai keselamatan negara dalam persatuan daerahnya.

II.Politik perekonomian yang praktis dan perlu dijalankan dimasa datang untuk menimbulkan kemakmuran rakyat ialah membarui tenaga produktif. Pekerjaan ini berat dan sukar, tetapi wajib didahulukan dari segala-galanya. Karena pebaharuan tenaga produktif itulah dasar pembangunan ekonomi Indonesia.
Kerja ini berat dan sukar, karena tenaga produktif rakyat selama kekuasaan Jepang banyak terpakai dan banyak yang tandas. Rakyat dibawah perintah jepang banyak sekali mengeluarkan tenaga yang luar biasa, dan pula sangat menderita segala rupa, sehingga tubuhnya sangat lemah. Rakyat negeri lain juga menderita selama perang, akan tetapi penderitaan yang serupa dirasakan lebih berat oleh rakyat Indonesia. Sebabnya karena sebelum perang rakyat Indonesia tidak mempunyaicadang tenaga. Berabad-abad lamanya ia ditindis dan diperas dengan berbagai jalan: sistim pengasilan paksa oleh V.O.C., cultuurstelsel oleh pemerintah Hindia Belanda yang berbuat sebagai saudagar-monopoli, dan akhirnya tenaganya dihisap oleh kapitalisme liberal sampai habis-habisnya. Dalam keadaan tenaga yang begitu lemah, rakyat Indonesia dipaksa bekerja sehabis-habisnya oleh pemerintah Militer Jepang untuk membangunkan berbagai usaha pertahanan negeri serta melipatgandakan hasil bumi. Karena itu berpuluh ribu yang tewas dalam pekerjaan dan dalam penderitaan yang tidak ada bandingnya dalam sejarah Indonesia. Berjuta yang mati kelaparan, yang sekarang merupakan tenaga produktif yang hilang sama sekali.
________________________________________
[i] Bukan dengan jalan menyita dibereskan hal ini, melainkan diselesaikan menurut azas fundamentil tadi. Nasionalisasi memang dapat dijalankan menurut hak negara dan hukum, tetapi dengan mengganti kerugian yang empunya. Uang pengganti itu, yang jumlahnya terbilang ratusan juta rupiah hanya dapat diperoleh dengan pinjaman luar negeri. Kalau bisa? Umpamakan mungkin meminjam uang begitu banyak, maka lebih baik kapital itu dipergunakan untuk membangunkan industri baru untuk menghasilkan barang-barang keperluan rakyat dan negara, yang akan menimbulkan pula mata pencaharian dan pendapatan baru bagi beribu-ribu rakyat kita.

Ekonomi Indonesia Dimasa Datang (4)

Pemikiran Ekonomi Mohammad Hatta

Betapa sukarnya membangunkan kembali tenaga produktif rakyat, yang telah berabad-abad lamanya dimusnahkan, dinyatakan seterang-terangnya oleh Alfred Marshall dalam bukunya ,,Principles of Economics” bab ke-VI. Tenaga manusia juga terlalu diperas, katanya, melahirkan turunan yang semakin lama semakin lemah. Akibat pemerasan tenaga itu bersifat kumulatif, yaitu berganda. Kerusakan yang ditimbulkan dalam satu turunan masyarakat melemahkan masyarakat itu sampai beberapa turunan. Dan pembaruan tenaga masyarakat itu tidak dapat ditimbulkan dalam satu turunan, melainkan hanya dapat dicapai dengan ber-angsur-angsur dalam beberapa turunan. Merusak tenaga dan moral manusia mudah. Tetapi menimbulkan perbaikan ada sukar dan lama.

Tetapi betapa juga berat dan sukar pekerjaan membarui tenaga produktif yang rusak dan tandas, ia harus dikerjakan menurut plan yang teratur.

Yang pertma sekali harus dikerjakan ialah menyempurnakan makanan rakyat, serta dengan mencocokkan upah dengan keperluan hidup yang lebih atas dari dasar minimum. Dasar penghidupan mesti dipertinggi dan tenaga pembeli rakyat mesti ditimbulkan. Karena itulah sendi yang pertama untuk membangunkan kemakmuran.

Sejalan dengan itu harus diperbaiki kesehatan rakyat dengan ongkos apapun juga. Dimasa yang lalu kesehatan rakyat tidak terpelihara. Sudahlah miskin hidupnya dan kurang makannya senantiasa, kesehatannyapun diabaikan. Sebab itu, usaha menjaga dan memperbaiki kesehatan rakyat mesti diutamakan.

Sebenarnya fasal makanan dan kesehatan tidak dapat dipisah dalam hal membarui tenaga produktif rakyat. Kesehatan tidak akan tercapai, kalau rakyat kurang makan.
Satu fasal yang terpenting dalam hal memperbaiki kesehatan rakyat ialah soal tempat kediaman. Tempat kediaman tidak saja mengenai soal kesehatan, tetapi besar sekali pengaruhnya atas jiwa manusia. Hidup dalam segala primitif memperkuat semangat menerima, dan menahan segala aktivitiet. Sebab itu, kalau kita hendak membangunkan rasa percaya akan diri dan kesanggupan sendiri dalam dada rakyat, hendaklah dimulai dengan merobohkan pondok-pondok yang lebih merupai kandang sapi dari pada perupai tempat kediaman manusia. Bakar habis-habis semuanya, hingga mati kuman-kuman penyakit yang bersarang di dalamnya dan hilang semangat primitif yang tersimpan di dalamnya, yang menjadi pupuk semangat menerima. Diatas pembakaran itu didirikan dengan jalan kerja-bersama, tolong-menolong, bangunan baru yang berlainan sekali dengan yang lama, dan sebab itu menimbulkan pengharapan akan masa datang dan akan kesanggupan manusia memperbaiki hidupnya.

Usaha membarui tempat kediaman menjadi tempat hidup yang bersinar bagi seluruh rakyat adalah usaha yang berat sekali dan tidak sedikit ongkosnya. Berjuta-juta rumah yang harus dirombak atau dibakar dan diganti dengan yang baru yang mengandung didalamnya benih kesenangan. Dalam rumah Indonesia mestilah ada tertanam dasar untuk menghargai kebudayaan. Membangunkan berjuta-juta rumah semacam itu tidak sedikit ongkosnya dan memakai tempo yang lama. Tetapi betapa juga berat kerjanya, mestilah dikerjakan dan dapat dikerjakan dengan plan yang teratur. Usaha ini tidak dapat diserahkan kepada orang partikulir yang berpedoman dengan keuntungan, tetapi mestilah usaha negara dengan bagian-bagiannya. Sebagai usaha tambahan inisiatif partikulir dihargai.

Dengan secara begitu dapat diharapkan di desa pekerjaan rakyat dengan cara tolong-menolong. Untuk belanja-kapitalnya ada baiknya jika didirikan oleh negeri atau bagiannya ditiap-tiap kabupaten suatu Bank Industri Rumah. Bank ini memberi uang muka, yang dapat diangsur dari sedikit kesedikit oleh rakyat yang tergolong dengan rumah baru. Pada hakekatnya ongkos sebuah rumah didesa tidak begitu besar, oleh karena kerjanya dilakukan secara tolong-menolong.

Fasal yang perlu dan praktis pula dalam politik perekonomian ialah memajukan pendidikan dengan secepat-cepatnya. Bukan saja memperbanyak sekolah untuk menambah kecerdasan rakyat, akan tetapi juga mementingkan didikan koperasi. Koperasi tiang perekonomian Indonesia dimasa datang. Oleh karena itu didikan dan latihan pemimpinnya mesti diperhebat. Tiap-tiap desa mesti mempunyai beberapa pemimpin dan pengurus koperasi yang cakap, barulah subur hidup koperasi seluruhnya.
Untuk mencapai maksud itu, hendaklah ditiap-tiap ibu kota Kabupaten diadakan kursus latihan pemimpin koperasi.

Dan untuk mengadakan pusat latihan yang begitu banyak, perlu dilatih lebih dahulu guru-guru yang akan menjadi pelatih ditiap-tiap kabupaten. Latihan guru koperasi itu dapat diselenggarakan di Jakarta.

Politik perekonomian yang positif menuju kemakmuran rakyat ialah mengadakan secara besar-besaran transmigrasi, yaitu pemindahan penduduk dari tanah Jawa ke tanah Seberang, yang disertai sekali dengan politik Industrialisasi. Transmigrasi gunanya untuk mengadakan koreksi dalam hal persebaran penduduk. Persebaran penduduk yang sangat tempang seperti sekarang ini menjadi halangan besar untuk memajukan industrialisasi sebagai politik kemmakmuran bagi rakyat.

Penduduk yang dipindahkan itu mestilah dipindahkan secara masyarakat kecil yang lengkap susunannya, dan diperlengkapi pulla dengan alat kerja yang modern. Jadinya bukan memindahkan orang banyak sebagai orang seorang-seorang. Bangun pemindahan itu ialah koperasi atau—barangkali benar—korporasi. Mereka yang dipindahkan itu mestilah dapat bekerja dengan serentak, setalh mereka sampai di tempat yang di tuju. Diantara mereka ada yang membabat hutan. Yang lain membikin ladang dan sawah pada tempat yang dibuka itu. Yang lain lagi mengerjakan pertukangan berbagai rupa, misalnya membuat papan dari pada kayu yang ditebang, membuat perkakas rumah serta lain-lainnya. Satu golongan lagi kerjanya tak lain daripada memperbuat rumah bagi semuanya. Demikianlah seterusnya. Pembagian pekerjaan diatur dengan sebaik-baiknya dalam pemboyongan yang bersifat kooperatif itu.

Nyatalah, bahwa pemindahan penduduk dengan secara besar-besaran itu hanya dapat dilakukan dengan bantuan tenaga teknik yang sempurna. Alat kerja yang modern mesti lengkap, istimewa pada permulaannya. Apalagi karena mereka yang membuka jalan pertama itu sangat berat perjuangannya dengan alam yang masih buas. Perjuangan itu harus diringankan dengan alat-alat kerja yang modern. Tenaga manusia harus terpelihara, dengan bantuan teknik!

Sejalan dengan pemindahan penduduk seperti itu, maka dapat dimajukan industri berangsur-angsur menurut plan yang teratur, di jawa maupun di daerah-daerah baru itu. Apabila persebaran penduduk sudah lebih baik, maka dasar penghidupana tanah Jawa bertambah baik pula, tenaga pembeli rakyat bertambah besar. Di tanah seberang di tempat-tempat yang dibuka itu timbul tenaga pembeli baru. Dengan bertambahnya tenaga pembeli rakyat dapatlah didirikan berbagai macam industri, yang pada gilirannya nanti memperbesar pula tenaga pembeli yang ada.[1]Dengan uraian diatas nyatalah, bahwa Indonesia berangsur-angsur menempuh jalan industrialisasi. Tetapi Indonesia tidak boleh mengabaikan dasarnya yang asli, yaitu negeri agraria. Penghidupan rakyatnya mestilah terutama pertanian. Dalam hal pokok hidup yang terutama ini ia tidak boleh menggantungkan hidupnya kepada negeri lain. Apa lagi karena tanahnya amat luas. Dalam soal makanan Indonesia harus mencukupi keperluan rakyatnya, sekalipun jiwanya nanti bertambah sampai 100 juta atau lebih. Tetapi disebelah pertanian mestilah ada industri yang sempurna.
Pendek katta, Indonesia mesti menjadi negeri separuh pertanian dan separuh industri.
________________________________________
[1] Soal ,,industrialisasi dan transmigrasi” telah lebih dulu dikupas dalam fasal VIII, sehingga disini hanya disebutkan pokoknya, sekadar pembulatan pemandangan tentang ekonomi dimasa datang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar